COGNITIVE
DISSONANCE THEORY
(Teori
Disoansi Kognitif)
Of
Leon Festinger
1.
Latar
Belakang
Teori Disonansi Kognitif
diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957 (Shaw & Contanzo, 1985) dan berkembang pesat sebagai sebuah
pendekatan dalam memahami area umum dalam komunikasi dan pengaruh social
(Festinger, 1957).
Teori disonansi kognitif menjadi salah satu penjelasan yang
paling luas yang diterima terhadap perubahan tingkah laku dan banyak perilaku
sosial lainnya. Teori ini telah digeneralisir pada lebih dari seribu penelitian
dan memiliki kemungkinan menjadi bagian yang terintegrasi dari teori psikologis
sosial untuk bertahun-tahun (Cooper & Croyle, 1984, dalam Vaughan & Hogg,
2005).
Sebenarnya kata disonansi kognitif merupakan perasaan yang tidak seimbang,
ketika mereka menemukan diri mereka sendiri melakukan yang tidak sesuai dengan
apa yang mereka ketahui atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat
lain yang mereka pegang (1957:4). Konsep ini membentuk inti dari Teori Disonansi Kognitif (Cognitive
Dissonance Theory-CDT) Festinger, teori ini berpendapat bahwa disonansi
adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil
langkah demi mengurangi ketidaknyamanan itu.
Menurut Roger Brown (1965), dasar dari
teori ini mengikuti sebuah prinsip yang cukup sederhana “Keadaan disonansi
kognitif dikatakan sebagai keadaan ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan
yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai konsonansi. Disonansi adalah sebuah
sebutan untuk ketidakseimbangan dan konsonansi adalah sebutan untuk
keseimbangan. Menurut Browns dua elemen memiliki untuk memiliki
tiga hubungan yang berbeda satu sama lain diantaranya, Hubungan Konsonan
(Consonant Relationship), Hubungan Disonan (Dissonant
Relationship), dan Tidak Relevan (Irrelevant).
Hubungan
Konsonan (consonant relationship) ada dua elemen ketika dua elemen
tersebut ada pada posisi seimbang satu sama lain. Hubungan disonan (dissonant relationship)
berarti bahwa elemen-elemennya tidak seimbang satu dengan lainnya. Maksudnya
tidak ada sinergis antara pemikiran dan perbuatan. Hubungan relevan (tidak
irrelevant) ada ketika elemen-elemen tidak mengimplikasikan apa pun
mengenai satu sama lain.
Pentingnya disonansi kognitif bagi peneliti komunikasi ditunjukkan dalam
pernytaan Festinger bahwa ketidaknyamanan yang disebabkan oleh disonansi akan
mendorong terjadinya perubahan. Paradigm ini berparadigma
positivistik/objektif.
2.
Asumsi Teori Disonansi Kognitif
Teori kognitif disonansi adalah menjelaskan mengenai
keyakinan dan perilaku mengubah sikap. Teori ini berfokus pada efek
inkonsistensi yang ada diantara kognisi-kognisi. Ada empat asumsi dasar dari
teori ini :
1. Manusia memiliki hasrat akan adanya
konsistensi pada keyakinan, sikap dan perilakunya.
Penjelasan : menekankan sebuah model
mengenai sifat dasar manusia yang mementingkan adanya stabilitas dan konsistensi.
Teori ini menyatakan bahwa orang tidak akan menikmati inkonsistensi dalam
pikiran dan keyakinan mereka. Sebaliknya, mereka akan mencari konsistensi.
2. Disonansi diciptakan oleh
inskonsistensi psikologis.
Penjelasan : berbicara mengenai
jenis konsistensi yang penting bagi orang. Teori ini tidak berpegang pada
konsistensi logis yang kaku. Sebaliknya teori ini merujuk pada fakta bahwa
kognisi-kognisi harus tidak konsisten secara psikologis (dibandingkan tidak
konsisten secara logis).
3. Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong
orang untuk melakukan
tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur.
tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur.
Penjelasan : menyatakan bahwa ketika
orang mengalami inkonsistensi psikologis disonansi tercipta menimbulkan
perasaan tidak suka jadi orang tidak senang berada dalam keadaan disonansi, hal
itu merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman.
4. Disonansi mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi
dan usaha untuk
mengurangi disonansi.
mengurangi disonansi.
Penjelasan : untuk menghindari
situasi yang menciptakan inskonsistensi dan berusaha mencari situasi yang
mengembalikan konsistensi. Jadi, gambaran akan sifat dasar manusia membingkai
teori ini adalah sifat dimana manusia mencara konsistensi psikologis sebagai
hasil rangsangan yang disebabkan oleh kondisi ketidaksenangan terhadap kognisi
yang tidak konsisten.
3. Konsep-Konsep Teori Disonansi
Kognitif
Ketika
teoretikus disonansi berusaha untuk melakukan prediksi seberapa banyak
ketidaknyaman atau disonansi yang dialami seseorang, mereka mengakui adanya
konsep tingkap disonansi. Tingkat disonansi (magnitude of dissonance) merujuk
kepada jumlah kuantitatif disonansi yang dialami oleh seseorang. Tingkat
disonansi akan menentukan tindakan yang akan diambil seseorang dan kognisi yang
mungkin ia gunakan untuk mengurangi disonansi. Teori CDT membedakan antara
situasi yang menghasilkan lebih banyak disonansi dan situasi yang menghasilkan
lebih sedikit disonansi.
·
Tingkat
Disonansi
Tiga faktor yang dapat mempengaruhi tingkat disonansi yang dirasakan seseorang:
1) Tingkat kepentingan (importance), faktor dalam
menentukan tingkat
disonansi merujuk pada seberapa signifikan masalah itu.
disonansi merujuk pada seberapa signifikan masalah itu.
2) Rasio disonansi (dissonance ratio), faktor dalam menentukan
tingkat
disonansi merupakan jumlah kognisi konsonan berbanding dengan yang
disonan.
disonansi merupakan jumlah kognisi konsonan berbanding dengan yang
disonan.
3) Rasionalitas (rationale) yang digunakan individu
untuk menjustifikasi
inkonsistensi. Faktor ini merujuk pada alasan yang dikemukan untuk
menjelaskan mengapa sebuah inkonsistensi muncul. Makin banyak alasan
yang dimiliki seseorang untuk mengatasi kesenjangan yang ada, maka
semakin sedikit disonansi yang seseorang rasakan.
inkonsistensi. Faktor ini merujuk pada alasan yang dikemukan untuk
menjelaskan mengapa sebuah inkonsistensi muncul. Makin banyak alasan
yang dimiliki seseorang untuk mengatasi kesenjangan yang ada, maka
semakin sedikit disonansi yang seseorang rasakan.
·
Mengatasi
Disonansi
Meskipun
teori disonansi kognitif menjelaskan bahwa disonansi dapat dikurangi baik
melalui perubahan perilaku maupun sikap, kebanyakan penelitian difokuskan
kepada sikap. Banyak cara untuk meningkatkan konsistensi didasarkan pada
kognisi. Meskipun CDT menjelaskan bahwa disonansi dapat dikurangi baik melalui
perubahan perilaku maupun sikap, kebanyakan penelitian difokuskan pada sikap,
yaitu :
1)
mengurangi pentingnya keyakinan disonansi kita
2)
menambahkan keyakinan yang konsonan,
3)
menghapuskan disonansi dengan cara tertentu.
·
Disonansi
Kognitif dan Persepsi
Secara
spesifik, Teori Disonansi Kognitif berkaitan dengan proses pemilihan terpaaan
(selective exposure), pemilihan perhatian (selective attention), pemilihan
interpretasi (selective interpretation), dan pemilihan retensi (selective
retention) karena teori ini memprediksi bahwa orang akan menghindari informasi
yang meningkatkan disonansi. Proses perseptual ini merupakan dasar dari
penghindaran ini.
Terpaan
selektif (selective exposure), metode untuk mengurangi disonansi dengan mencari informasi
yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.
Perhatian selektif (selective attention), metode untuk mengurangi disonansi
dengan memberikan perhatian pada informasi yang konsonan dengan keyakinan dan
tindakan yang ada saat ini.
Interpretasi selektif
(selective interpretation), metode untuk mengurangi disonansi dengan
menginterpretasikan informasi yang ambigu sehingga informasi menjadi konsisten dengan keyakinan dan
tindakan yang ada saat ini.
Retensi selektif (selective retention), metode untuk mengurangi disonansi dengan mengingat informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.
Retensi selektif (selective retention), metode untuk mengurangi disonansi dengan mengingat informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.
·
Justifikasi
Minimal
Menawarkan
jumlah insentif paling kecil yang dibutuhkan untuk mendapatkan persetujuan.
Festinger (1975) berpendapat bahwa “jika seseorang berkeinginan untuk
memperoleh perubahan pribadi selain persetujuan publik, cara terbaik untuk
melakukannya adalah menawarkan cukup penghargaan atau hukuman untuk memperoleh
persetujuan.”
·
Teori
Disonansi Kognitif dan Persuasi
Banyak
penelitian berkonsentrasi pada disonansi kognitif sebagai fenomena pasca
pengambilan keputusan. Beberapa studi mempelajari mengenai penyesalan pembeli
(a buyer’s remorse), yaitu disonansi yang sering dialami seseorang
setelah memutuskan suatu pembelian yang besar. Kajian yang menarik mengenai
penyesalan pembeli berhubungan dengan pembelian kendaraan bermotor (Donnely
& Ivancevich, 1970).
4.
Kritik Teori Disonansi Kognitif
Meskipun para peneliti telah menggunakan dan merevisi teori
Festinger sejak 1957, dan beberapa ilmuwan menekankan bahwa teori ini merupakan
prestasi utama dari bidang psikologi social . teori ini juga memiliki kelemahan
dan kritikan.
Satu kelemahan berhubungan dengan komplen para kritikus
bahwa disonansi mungkin bukan merupakan konsep yang paling penting untuk
menjelaskan perubahan sikap. Contohnya, bebrapa peneliti percaya bahwa kerangka
teoritis lain dapat menjelaskan peribahan sikap yang dotemukan oleh Festinger
dan Carlmith (1959) dalam eksperimen satu dolar/dua puluh dolar.
Irving
Janis dan Robert Gilmore (1965) berpendapat ketika orang berpartisipasi dalam
inkonsistensi ,seperti berdebat mengenai sebuah posisi yang tidak mereka yakini, mereka menjadi
termotivasi untuk memikirkan kembali semua argument yang mendukung posisi
tersebut sementara menekan setiap argumen yang tidak mendukungnya. Janis dan
Gilmore menyebut proses ini penyeleksian
bias. Proses penyeleksian bias ini ini meningkatkan kemungkinan akan penerimaan
posisi baru contohnya, mengubah posisi evaluasi seseorang bahwa menyortir gelondongan
merupakan pekerjaan yang membosankan menjadi posisi yang baru yaitu bahwa
pekerjaan itu benar-benar pekerjaan yang menarik.