Senin, 17 April 2017

TEORI DISONANSI KOGNITIF (LEON FESTINGER)



COGNITIVE DISSONANCE THEORY
(Teori Disoansi Kognitif)
Of Leon Festinger

1.      Latar Belakang
Teori Disonansi Kognitif diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957 (Shaw & Contanzo, 1985) dan berkembang pesat sebagai sebuah pendekatan dalam memahami area umum dalam komunikasi dan pengaruh social (Festinger, 1957).
Teori disonansi kognitif menjadi salah satu penjelasan yang paling luas yang diterima terhadap perubahan tingkah laku dan banyak perilaku sosial lainnya. Teori ini telah digeneralisir pada lebih dari seribu penelitian dan memiliki kemungkinan menjadi bagian yang terintegrasi dari teori psikologis sosial untuk bertahun-tahun (Cooper & Croyle, 1984, dalam Vaughan & Hogg, 2005).
           Sebenarnya kata disonansi kognitif merupakan perasaan yang tidak seimbang, ketika mereka menemukan diri mereka sendiri melakukan yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang (1957:4). Konsep ini membentuk inti dari Teori Disonansi Kognitif (Cognitive Dissonance Theory-CDT) Festinger, teori ini berpendapat bahwa disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan itu.
 Menurut Roger Brown (1965), dasar dari teori ini mengikuti sebuah prinsip yang cukup sederhana “Keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaan ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai konsonansi. Disonansi adalah sebuah sebutan untuk ketidakseimbangan dan konsonansi adalah sebutan untuk keseimbangan.  Menurut Browns dua elemen memiliki untuk memiliki tiga  hubungan yang berbeda satu sama lain diantaranya, Hubungan Konsonan (Consonant Relationship),  Hubungan Disonan (Dissonant Relationship), dan Tidak Relevan (Irrelevant).
            Hubungan Konsonan (consonant relationship) ada dua elemen ketika dua elemen tersebut ada pada posisi seimbang satu sama lain. Hubungan disonan (dissonant relationship) berarti bahwa elemen-elemennya tidak seimbang satu dengan lainnya. Maksudnya tidak ada sinergis antara pemikiran dan perbuatan. Hubungan relevan (tidak irrelevant) ada ketika elemen-elemen tidak mengimplikasikan apa pun mengenai satu sama lain.
            Pentingnya disonansi kognitif bagi peneliti komunikasi ditunjukkan dalam pernytaan Festinger bahwa ketidaknyamanan yang disebabkan oleh disonansi akan mendorong terjadinya perubahan. Paradigm ini berparadigma positivistik/objektif.
2.      Asumsi Teori Disonansi Kognitif
Teori kognitif disonansi adalah menjelaskan mengenai keyakinan dan perilaku mengubah sikap. Teori ini berfokus pada efek inkonsistensi yang ada diantara kognisi-kognisi. Ada empat asumsi dasar dari teori ini :
1.       Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap dan perilakunya.
Penjelasan : menekankan sebuah model mengenai sifat dasar manusia yang mementingkan adanya stabilitas dan konsistensi. Teori ini menyatakan bahwa orang tidak akan menikmati inkonsistensi dalam pikiran dan keyakinan mereka. Sebaliknya, mereka akan mencari konsistensi.
2.      Disonansi diciptakan oleh inskonsistensi psikologis.
Penjelasan : berbicara mengenai jenis konsistensi yang penting bagi orang. Teori ini tidak berpegang pada konsistensi logis yang kaku. Sebaliknya teori ini merujuk pada fakta bahwa kognisi-kognisi harus tidak konsisten secara psikologis (dibandingkan tidak konsisten secara logis).
3. Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan
    tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur.
Penjelasan : menyatakan bahwa ketika orang mengalami inkonsistensi psikologis disonansi tercipta menimbulkan perasaan tidak suka jadi orang tidak senang berada dalam keadaan disonansi, hal itu merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman.
4. Disonansi mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk
     mengurangi disonansi.
Penjelasan : untuk menghindari situasi yang menciptakan inskonsistensi dan berusaha mencari situasi yang mengembalikan konsistensi. Jadi, gambaran akan sifat dasar manusia membingkai teori ini adalah sifat dimana manusia mencara konsistensi psikologis sebagai hasil rangsangan yang disebabkan oleh kondisi ketidaksenangan terhadap kognisi yang tidak konsisten.  
3.      Konsep-Konsep Teori Disonansi Kognitif
Ketika teoretikus disonansi berusaha untuk melakukan prediksi seberapa banyak ketidaknyaman atau disonansi yang dialami seseorang, mereka mengakui adanya konsep tingkap disonansi. Tingkat disonansi (magnitude of dissonance) merujuk kepada jumlah kuantitatif disonansi yang dialami oleh seseorang. Tingkat disonansi akan menentukan tindakan yang akan diambil seseorang dan kognisi yang mungkin ia gunakan untuk mengurangi disonansi. Teori CDT membedakan antara situasi yang menghasilkan lebih banyak disonansi dan situasi yang menghasilkan lebih sedikit disonansi.

·         Tingkat Disonansi
  Tiga faktor yang dapat mempengaruhi tingkat disonansi yang dirasakan seseorang:
1) Tingkat kepentingan (importance), faktor dalam menentukan tingkat
       disonansi  merujuk pada seberapa signifikan masalah itu.
2) Rasio disonansi (dissonance ratio), faktor dalam menentukan tingkat
      disonansi merupakan jumlah kognisi konsonan berbanding dengan yang
      disonan.
3) Rasionalitas (rationale) yang digunakan individu untuk menjustifikasi
      inkonsistensi. Faktor ini merujuk pada alasan yang dikemukan untuk
      menjelaskan mengapa sebuah inkonsistensi muncul. Makin banyak alasan
      yang dimiliki seseorang untuk mengatasi kesenjangan yang ada, maka
      semakin sedikit disonansi yang seseorang rasakan.
·         Mengatasi Disonansi
Meskipun teori disonansi kognitif menjelaskan bahwa disonansi dapat dikurangi baik melalui perubahan perilaku maupun sikap, kebanyakan penelitian difokuskan kepada sikap. Banyak cara untuk meningkatkan konsistensi didasarkan pada kognisi. Meskipun CDT menjelaskan bahwa disonansi dapat dikurangi baik melalui perubahan perilaku maupun sikap, kebanyakan penelitian difokuskan pada sikap, yaitu :
1) mengurangi pentingnya keyakinan disonansi kita
2) menambahkan keyakinan yang konsonan,
3) menghapuskan disonansi dengan cara tertentu.


·         Disonansi Kognitif dan Persepsi     
Secara spesifik, Teori Disonansi Kognitif berkaitan dengan proses pemilihan terpaaan (selective exposure), pemilihan perhatian (selective attention), pemilihan interpretasi (selective interpretation), dan pemilihan retensi (selective retention) karena teori ini memprediksi bahwa orang akan menghindari informasi yang meningkatkan disonansi. Proses perseptual ini merupakan dasar dari penghindaran ini.
Terpaan selektif (selective exposure), metode untuk mengurangi disonansi dengan mencari informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.
Perhatian selektif (selective attention), metode untuk mengurangi disonansi dengan memberikan perhatian pada informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.
 Interpretasi selektif (selective interpretation), metode untuk mengurangi disonansi dengan menginterpretasikan informasi yang ambigu sehingga informasi  menjadi konsisten dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.
Retensi selektif (selective retention), metode untuk mengurangi disonansi dengan mengingat informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.
·         Justifikasi Minimal
Menawarkan jumlah insentif paling kecil yang dibutuhkan untuk mendapatkan persetujuan. Festinger (1975) berpendapat bahwa “jika seseorang berkeinginan untuk memperoleh perubahan pribadi selain persetujuan publik, cara terbaik untuk melakukannya adalah menawarkan cukup penghargaan atau hukuman untuk memperoleh persetujuan.”
·         Teori Disonansi Kognitif dan Persuasi
Banyak penelitian berkonsentrasi pada disonansi kognitif sebagai fenomena pasca pengambilan keputusan. Beberapa studi mempelajari mengenai penyesalan pembeli (a buyer’s remorse),  yaitu disonansi yang sering dialami seseorang setelah memutuskan suatu pembelian yang besar. Kajian yang menarik mengenai penyesalan pembeli berhubungan dengan pembelian kendaraan bermotor (Donnely & Ivancevich, 1970).


4.      Kritik Teori Disonansi Kognitif
Meskipun para peneliti telah menggunakan dan merevisi teori Festinger sejak 1957, dan beberapa ilmuwan menekankan bahwa teori ini merupakan prestasi utama dari bidang psikologi social . teori ini juga memiliki kelemahan dan kritikan.
Satu kelemahan berhubungan dengan komplen para kritikus bahwa disonansi mungkin bukan merupakan konsep yang paling penting untuk menjelaskan perubahan sikap. Contohnya, bebrapa peneliti percaya bahwa kerangka teoritis lain dapat menjelaskan peribahan sikap yang dotemukan oleh Festinger dan Carlmith (1959) dalam eksperimen satu dolar/dua puluh dolar.
Irving Janis dan Robert Gilmore (1965) berpendapat ketika orang berpartisipasi dalam inkonsistensi ,seperti berdebat mengenai sebuah            posisi yang tidak mereka yakini, mereka menjadi termotivasi untuk memikirkan kembali semua argument yang mendukung posisi tersebut sementara menekan setiap argumen yang tidak mendukungnya. Janis dan Gilmore  menyebut proses ini penyeleksian bias. Proses penyeleksian bias ini ini meningkatkan kemungkinan akan penerimaan posisi baru contohnya, mengubah posisi evaluasi seseorang bahwa menyortir gelondongan merupakan pekerjaan yang membosankan menjadi posisi yang baru yaitu bahwa pekerjaan itu benar-benar pekerjaan yang menarik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar